Sabtu, 29 Oktober 2011

Kangen Toko Kesayangan

Toko kecil yang di beri nama (BUGE ARA) A. NIZZA




bukan hanya ayah, ibu kakak dan abang serta keluarga lainya yang ku rindu tapi, ada sebuah rumah kecil yang mempunyai banyak harta karun yang biasanya di buka di pagi hari dan di tutup di malam harinya.ingin rasanya duduk dan berada di situ, dengan senyuman, suara musik bahkan sikap ramah tamah dari orang lain. kangen juga nih dengan panggilan dan teriakan beliiiiiii. 





duduk melamun menunggu si pembeli datang. sambil menghayalkan masa depan yang suram


cukup lama ku berjualan semenjak mulai masuk sekolah taman kanak-kanak atau PAUD. hingga sekarang penghasilan semakin menipis karena ga da yang mau gi menjaga rumah kecil itu selain aku ayah dan ibu ku. kakak dah sama abang ipar, abang tiap hari sekolah, mamak mana sanggup sendiri, ayah keseringan kekebun atau ke sekolah ngajar. sabar ya gubuk kecil ku ntar bakalan kita buka lagi.,





ibunda menunggu pembeli sambil membaca ayat suci Al-Qur'an

Jumat, 28 Oktober 2011

Pelampiasan Kekesalan

Narsis di Tengah malam


Karena ry ga bisa tidur yah melantunkan musik ala keroncong dangdut menggunakan gitar tua yang berjudul Begadang cipt, Rhoma Irama. ntah penyakit apa yang membuat diriku terasa seperti ini, bentar-bentar tidur tekejut, dah ga bisa tidur lagi. bahkan mata ni aja susah di ajak untuk istirahat, melotot aja .

Kamis, 27 Oktober 2011

Sampan Seorang Ayah (Nelayan Tanoh Gayo)

(Rasbora tawarensis)
Cerita sedikit tentang nelayan ni, sangat banyak perbedaan nelayan zaman saya masih kecil dengan nelayan sekarang ini. Awal mula cerita ini ketika saya melihat tayangan televisi kecil di rumah seorang sahabat lama jadi saya terpikir untuk membuat dan menceritakan sedikit tentang pengalaman waktu kecil, yang memang pada waktu itu sempat ikut dalam pembuatan perahu (sampan) sampai akhirnya kembali menangkap ikan khas daerah saya yaitu ikan depik (Rasbora tawarensis)

Begini ceritanya ketika seorang ayah dari sebuah perkampungan ingin sekali membuat sampan  kecil pengganti sampan dia sebelumnya, yang saat itu tidak bisa di gunakan lagi untuk menangkap ikan di danau ini ( Danau Laut Tawar) yang bertempat Di Takengon Kabupaten Aceh Tengah kampung kelahiran saya. Awal mula sang ayah meminta kepada Pawang Uten (orang yang biasa dan tau seluk beluk hutan di daerah ini) untuk menanyakan sebatang kayu yang bisa di buat untuk sampan. Si pawang menunjukan kayu yang paling bagus dan memang sangat cocok untuk sampan seperti yang di inginkan sang ayah.
Keesokan harinya kami yang di antaranya pemuda kampung Jongok Bathin suatu daerah yang berada di sebuah Kecamatan Kebayakan tepatnya di Kota Takengon, kira-kira semua pemuda ini berumur 17  tahun ke atas yang salah satunya saya pribadi dengan di dampingi ayahanda tercinta. Kira-kira jumlah kami semua 6 orang termaksud saya, ayah, dan pawang uten sebagai penunjuk jalan. Kalau saya kira jarak dari tempat kami ke sana ukuran saya yang masih kecil kira-kira 2 km jaraknya, masalahnya sekarang, kalau jarak sih ga masalah cuman penanjakan ini yang membuat kaki terasa letih, di perjalanan aja kami istrahat sampai 2 kali. Saya rasa semua sudah tau gunung-gunung di Takengon yang memang dataran tinggi itu gi mana.
http//argayos...

Tu salah satu contoh gambar gunung di Takengon yang kami lewati serta gambar danau yang menjadi tempat usaha kami sewaktu ayah belum menjadi pegawai seperti saat ini.

Nah kembali ke cerita semula, singkat cerita sampailah kami ke tujuan terlihat sebatang kayu besar dan lurus ke atas saya lupa nama kayu ini maaf sebelumnya. Istrahat sebentar akhirnya pemuda yang kami undang untuk pembuatan sampan ini pun memulai pekerjaannya dengan menebang kayu ini menggunakan kapak besar, masing-masing pemuda memegang satu kapak andalannya yang sebelumnya mereka bawa dari rumah mereka masing-masing. Dengan badan yang berbuka dada mereka satu persatu bergantian menebang kayu ini dengan gigihnya. Dalam waktu beberapa jam kayu ini pun tumbang dengan sendirinya. Kini ayah kembali melihat, apakah memang kayu ini cocok untuk di buat sampan apakah ada sebagian kayu yang terbelah, ternyata kayu ini utuh dan siap untuk dibuat. Setelah kayu di belah dua sebagian kayu di sisihkan untuk kayu masak di rumah, yang sebelah lagi di buatlah dasar perahu menggunakan kapak kecil sejenis kerutan atau cangkul. Sebelumnya kayu di bentuk kubus dan di kerut bagian tengahnya hingga menjadi sebuah dasar sampan yang masih tebal atau bisa di katakan masih berbentuk kayu tapi mirip seperti sampan Pekerjaan ini berlangsung 2 hari.
Malam pun tiba kami menginap di hutan yang gelap dan tandus tanpa ada seorang pun selain kami berenam di bawah tenda yang kami sediakan sendiri. Malam ini adalah malam ketiga saya menginap di hutan, dari malam-malam sebelumnya malam ini yang sangat mengerikan bagi saya pribadi suara jenis hewan yang saya dengar membuat saya tidak bisa tidur seperti yang lainnya sampai-sampai ayah saya juga ikut dalam menjaga saya. Banyak sebenarnya di malam ini yang saya alami tapi berbau mistik di lain hari akan saya ceritakan kejadian apa yang menimpa saya.
Keesokan harinya dengan badan yang lelah dan ngantuk kami kembali menuju kayu sampan yang sebelumnya sudah kami kasih pola. Pagi ini ayah mulai beres-beres untuk perjalanan pulang kerumah, sedangkan yang lainnya mulai mengikat pola sampan untuk di tarik ke kampung. “Awal mula saya bingung untuk apa mereka mengikat perahu ini padahal perahunya belum jadi, dengan kayu yang masih basah, tebal apakah mereka sanggup menarik sampan ini padahal harus melewati dua pegunungan baru sampai ke kampung” (pikiran sesaat). Banyak pertanyaan terlintas di pikiran saya yang pemula saat itu, ternyata tebakan saya benar sampan ini akan di tarik oleh pemuda-pemuda ini melewati gunung-gunung yang tinggi ini. Ga terbayangkan betapa gigihnya mereka, pola perahu ini di tarik dengan menggunakan kekuatan manusia yang tak seberapa bisa di katakan tapi sungguh ajaib pola perahu ini bergeser sedikit demi sedikit. Niat untuk pulang cepat tertunda setelah saya tanyakan kepada ayah berapa hari lagi kita menarik ini, sang ayah mengatakan 1 hari lagi kita menginap ya nak cukup kecewa hati ini.
Setelah dalam satu hari satu malam kami menarik pola sampan ini tampaklah danau kesayangan yang saya rindukan dalam beberapa hari sebelumya. Hati terasa lega tak lama lagi kita akan sampai kekampung tercinta, sungguh indah rasanya melihat danau tersebut dengan warna biru yang agak keputi-putihan di hiasi para sampan kecil layaknya korek api seperti karangan WS.Rendra. Tak terasa akhirnya sampai juga kelereng gunung dekat danau yang masyarakat beri nama Kampung Bebuli. Sebelum kami kembali kerumah sang ayah menitipkan perahu ini kepada kenalan ayah terdekat di kampung ini, setelah ayah menitipkan sampan bergegaslah kami pulang ke rumah kesayangan yang saya nantikan dalam beberapa hari ini di hutan. Dari kejauhan terlihat seorang ibu yang lagi menyusun ikan depik yang akan di keringkan, ternyata dia adalah ibunda tercinta ingin rasanya memeluk ibu karena kangennya tapi, karena malu seolah-olah layaknya pemuda tangguh saya menyapa ibu dengan senyuman semata, ayah tersenyum karena dia tau kalau saya kangen banget sama ibu.
Tak terasa lelahnya malam itu membuat mata ini rasanya ingin bergegas untuk tidur pulas, sampai-sampai untuk mandipun saya lupa. Pagi hari tiba ayah ingin pergi sendiri memulai pembuatan sampannya kembali rasanya memang dia sudah lama nganggur untuk menangkap ikan, yah maklum lah orang tua di kampung saya ga bisa diam harus kerja-kerja terus. Tapi saya ikuti ayah dari belakang karena saya pikir tempatnya juga dekat dari kampung yang saya tempati saat ini, ssampai di sana ayah terkejut melihat saya jalan sendiri di pinggir jalan bebuli yang masa itu masih pengerasan belum juga di aspal. Terlihat sampan rasanya hampir jadi dan hampir mirip dan agak menipis seperti sebelumnya. Cara pengerutan ini mirip seperti kita membuat galian lubang di tanah lihatlah gambar di bawah ini.
pembuatan sampan

Nah ini contoh pengerut dan cara mengerut kayu ini menjadi sampan cukup sulit bukan bayangkan aja gambar di samping sampai-sampai melepas baju segala, seksikan kayak adirai masih kecil (canda). Proses ini berlangsung 4 hari berturut-turut sampai akhirnya menjadi sampan sungguhan. Oya lupa sebelum masuk ke air ini butuh pengeringan dalam beberapa hari, tergantung cuaca kalau panas bisa jadi singkat yah kalau hujan lama lah ceritanya.
Cukup sulit bukan, cara-cara pembuatan sampan di ini begitulah perjuangan masyarakat nelayan di kampung Gayo secara keseluruhan. Zaman saya kecil penebangan kayu belum di larang sama sekali apa lagi untuk keperluan nelayan, begitulah orang zaman yang namanya menebang kayu harus memakai aturan. Tujuan kehutan untuk menebang satu kayu maka satu kayulah yang harus di ambil tidak boleh lebih karena hukum adat tidak mengijinkan bahkan kalau kita melanggar bisa terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, contohnya kesurupan, lumpuh atau sejenisnya yang mengakibatkan rusaknya fisik manusia tersebut. Beda dengan zaman sekarang ini menebang itu boleh tapi harus menggunakan surat-surat yang jelas, serta pembayaran pajak yang lumayan besar. Makanya nelayan kami untuk akhir-akhir ini semakin lama semakin kurang, bahkan kebanyakan mereka mengambil usaha di pinggir-pinggir danau seperti membuat kerambak, memancing ikan dari lereng gunung, bahkan ada juga yang berhenti dan mencari usaha lain karena kurangnya sampan, tapi kini kebanyakan perahu-perahu yang berbau mesin yang berjalan menggunakan cairan minyak berbau oli dan berasap polusi di mana-mana. Kasian kan ikan-ikan yang ada di danau ini.
Sedikit saya komplaen dengan kapal-kapal ini tapi salah juga kalau menebang kayu nah jadi bingung gimana cara menanggulanginya. Apa yang harus kita perbuat untuk melestarikan alam ini, Menebang kayu salah, menggunakan kapal bermesin juga salah. Makanya kebanyakan dari nelayan kami berhenti dan jadilah pengangguran sejati. Ada juga yang mengambil alih menjadi pedagang itu pun yang punya modal yang tidak punya apa-apa gimana.
Sekian dulu ceritanya ada komentar silahkan berbagi kalau tak ada komentar berilah sedikit peninggalannya. Cerita ini berdasarkan pengalaman pribadi waktu kecil, ada kesalahan kata, nama dan sebagainya saya pribadi memohon maaf.
google crom




 





google crom


Senin, 24 Oktober 2011

Kesabaran Seorang Pemulung Muda ( Cinta dan Syair)


ibarat rumah tak berpenghuni, ibarat hati tak berisi ibarat roti tak ada selainya atau apalah julukan yang bagus untuk blog ary ni.

Oya untuk mengisi kekosongan ry pengen cerita ni tentang pengalaman cinta seorang peseni muda di gubuk kecil yang hanya mengandalkan perasaan cinta tapi tidak mengandalkan harta dan kekayaanya. Sebut saja namanya Win. Win adalah seorang pencari rongsokan di tengah-tengah pinggiran kota, saya sebut sebelumya di atas sebagai seorang peseni muda dia sangat menggemari dan sering menciptakan syair-syair dari seni Tradisional Gayo yaitu syair didong. Didong adalah sebuah kesenian tradisional musik Gayo (Aceh Tengah) yang biasa di selenggarakan dalam acara pernikahan, peresmian, dan acara-acara resmi lainnya.

            Dalam jejak-jejak langkah Win mencari rongsokan selalu membenamkan perasaannya pada seorang gadis muda berpakaian deriktur yang kerja di sebuah BANK terdekat di kota musara alun yang bertempat tidak jauh dari gubuk kecil win. Gadis ini kita beri nama Ipak, sosok seorang Ipak adalah seorang muslim tulen berjelbab merah berpakaian simpel dan selalu bersikap sederhana tidak terlalu sombong. Semenjak ipak bekerja di tempat ini si win selalu memeluangkan diri untuk mencari rongsokan di sekeliling gedung itu. Yang sangat mengharapkan senyum sipu dari ipak, singkat cerita si win memberanikan diri untuk menggoda ipak yang lagi duduk di kantin terdekat pada jam istirahat. Dengan senyum sipu seorang pemulung sapaan itu tidak di hiraukan oleh ipak yang lagi duduk dan cerita serius dengan kawan-kawan sekantornya. Dengan perasaan haru dan sedih si win kembali mengambil ronsokan di tempat lainnya, dengan pikiran galau dia kembali ke tempat penginapan kecilnya sambil merenungi nasib dan menyalahkan diri sendiri kenapa dengan dirinya apa salah dia kepada ALLAH yang maha kaya haruskah semua itu di jalaninya. Sambil membenamkan hati yang sedih dan lelahnya, dia terlelap dalam tidurnya.

            Keesokan harinya dia membuat sebuah syair tentang kegelisahan hatinya itu ke dalam sebuah kertas tua yang dia dapat hasil pungutan dia saat itu, serta sebuah pen pinjaman dari satpam gedung tersebut yang memang berkenal baik dengan si win. Dengan kata-kata yang di atur sedemikian bagusnya syair ini pun jadi dan sangat bagus. Tak lama kemudian dia membaca sebuah pengumuman yang di pajang di pinggir jalan besar bahwa akan di adakan sebuah pertandingan didong sekabupaten aceh tengah yang bertempat di depan lapangan kantor bupati. Win sangat berniat untuk melantunkan syair didongnya di saat itu. Seketika dia kembali dengan perut yang kosong lekas untuk mebersihkan diri dan mengharap syair itu bisa di lantunkannya di depan panggung besar itu.

Malam pun tiba begegaslah win pergi untuk menyaksikan pertandingan didong ini yang saat itu lagi berlangsung beberapa menit win terlambat, wajar saja karena wen cuman mengandalkan telapak kaki untuk berjalan sedangkan orang mengandalkan 2 roda atau 4 roda yang mereka tunggangi setiap hari. Sesampai di sana pertandingan antara masing-masing regu sudah di mulai antara regu kabupaten silihnara dengan regu kabupaten bebesen asli yang masing-masing punya nama tersendiri. Dari himpitnya warga yang menonton win memaksakan diri untuk menjumpai pesair regu bebesen asli dan memberikan syairnya untuk dinyanyikan dengan suka rela. Tak di sangka ternyata vokal atau di katakan Ceh dalam regu tersebut. Menginginkan win yang menyanyikan syairnya sendiri di depan orang banyak, awalnya win menolak tapi karena paksaan seorang ceh akhirnya dia mau unrtuk melantunkannya. Setelah giliran regu bebesen asli di mulai win yang pertama membuka dengan syairnya yang dia tulis beberapa hari 

Nasib Ni Tubuh Selangke

Ama ine
itingna berjuna (pajangan)
Mokot nge taring aku wan dunie
Seserengku murip wan tubuh nge tue
Gere tebeles jasa ama rum ine
Mehat doa kin penenang ni ate
Ike ku engi aku mungadu
Tubuh rema ku kin bebayang ni ulen
Ku sa die ku hempasen ate nge karu
Sinsim I pumu kin penemahe puren
Woo ama woo ine kekale ni atengku
Seren ku atu atu pe mu pecah
Seren ku kayu kayu pe mu rebah
Beta bang tuah ku atas diringku
Ike letih ku raupen salak ku
Ike sakit ku sapun lauh ku
Ike temas keta kekendiringku
Beta bang nong murip ku
Ike mukale rum emun siliwet
Mehat ku panang ku baur si ijo
ike mukale ku bunge si kecut
ku tulis kekata wan tape nge bercut



sebelum acara ini berlangsung. Semua orang terkesima mendengar suara win dan bentuk kata-kata yang dia tulis, tepuk tangan dari para penonton menggemuruh begitu banyaknya. Salut malut penonton untuk pemulung muda ini mengasilkan begitu banyak acungan jempol. Lagu-lagu atau syair yang di ciptakan win sendiri yang menceritakan tentang dirinya, nasibnya, dan kehidupannya yang lalu lantak tak tau kemana arah dan tujuannya yang setiap harinya cuman memikirkan sesuap nasi untuk hidupnya. Da akhirnya si ceh dari bebesen asli ini menginginkan win untuk bertempat tinggal di rumahnya yang memang saat itu lagi kosong dan tak berpenghuni, rumah kontrakan ceh yang sudah lama tidak di sewakannya, win sangat bahagia dengan tawaran itu.
Keesokan harinya win meninggalkan gubuk kecil kesayangannya dan menangis tersedu-sedu meninggalkannya seakan dia tidak rela untuk meninggalkan rumahnya ini. Tapi demi perubahan dia lekas pergi dan tinggal di tempat kontrakan si ceh ini berasal, sambutan hangat dari ceh pun terhadap win sangat bekesan. Ceh ini sangat baik bahkan dia memberikan sebuah pekerjaan untuk si win yang mengelola kebun kecil milik ceh yang tak jauh dari rumah yang di tempatinya sekarang. Sekarang dia menyadari kebesaran Maha ESA kepadanya dia menganggap semua ini mukzizat yang di berikan atas kesabarannya dalam menjalani hidupnya.

Nah kembali lagi ni ke cerita ipak, tak di sangka dan tak di duga ipak ini adalah anak dari ceh yang mengangkat win dari seorang budak menjadi seorang pekebun saat itu. Atas kebesaran ALLAH ceh menginginkan win menjadi calon suami dari ipak. Dan menyuruh win untuk segera melamar ipak, dalam kesehartian win di saat berada di rumah tersebut ternyata ipak sendiri yang kembali menyimpan perasaan untuk si win yang sangat gigih ini. Perputaran cerita yang sangat menarik akhirnya mereka hidup bahgia selamanya. Endingnya belum jelas karena kepepetan waktu entar kita sambung lagi…

Cerita yang sangat amburadul tapi begitulah kehidupan orang-orang yang selalu bersabar seorang pemulung menjadi seorang pesyair, seorang pesyair ingin menjadi istri seorang pelajar, dan pesyair sekarang menjadi pekebun tulen, dan semua yang dia impikan menjadi kenyataan, agak sedikit kuno tapi ini adalah luapan inspirasi tersendiri. 

Catatan:
-          Win                 : nama panggilan untuk laki-laki
-          Ipak                 : nama panggilan untuk perempuan
-          Ceh                  : seorang ketua regu dari sebuah gerup musik
-          Silihnara          : nama sebuah perkampungan di kabupaten aceh tengah
-          bebesen asli     : nama sebuah perkampungan di kabupaten aceh tengah
google crome

           

Jumat, 21 Oktober 2011

Jaka Sambung Bawa Gitar

rembulan bersinar lagi,
santai kayak di pantai selo kayak di gayo
hampa terasa hati ku ini,
tanpa kehadiran mu inen sony
yang sudah cukup lama pergi
meninggalkan diriku yang hina ini,
oh mak sony kapan kau akan datang kembali
menghiasi rumah kecil ini,
dengan bakwan dan terasi enak sekali.

mak sony penjual terasi dan bakwan mak pendi.
ada miso dan es yang cair sekali.
menghiasi masa kecil yang sunyi
dengan senyuman mak iko dan mak pendi
membuat hati semakin bergairah untuk mengunjungi

oya becewek eh... cup
oh mak rudi akulah sang penjaga kuala.
di bur jongok yang cukup tinggi di pandang mata
melangkahkan kaki dalam hati yang merana
serta detakan jantung yang ternganga.

di ujung karang tempat menanti
ada mak pendi dan sebungkus indomi
teh manis dan permen kaki
sambil melamun memandang ke kali
pak rudi membabat sawah dengan kuda yang patah kaki
terbayang mak sony memakai tali
menarik kerbau punya mak pendi.

oh mak rudy, mak sony dan pendi.. cap cap


perhatian jika ada kesamaan karakter, bahasa dan nama saya selaku penulis memohon maaf karena ketidak sengajaan dalam tulisan ini. salam Hary Arijoba..