Senin, 25 Februari 2013

Sawahku Harttaku Part II


 



Beberapa bulan kemudian secara bersamaan padi akan tumbuh secara serentak penumbuhan benih-benih kecil kini menjadi dewasa dan berbuah saatnya aktivitas masyarakat kembali ke seputaran sawah yaitu sebagai berikut:

Para masyarakat akan membangun benteng pertahanan di seputaran sawah mereka atau gubuk-gubuk kecil (pemantaren) untuk tempat berteduh mereka dengan lawan utama mereka para penjarah-penjarah padi yaitu tikus, ular, keong emas, belut perusak batas sawah, burung pipit pemakan padi, atau sejenis hama-hama lainnya. aktivitas ini sering disebut dengan (Miyo). Senjata utama mereka adalah sebuah bendera pengusir sejenis samapore dalam pramuka, kincir angin yang berbunyi, dan orang-orangan sawah (tetakut).
Proses ini cukup lama sampai padi siap untuk di panen, pemotongan padi ini atau panen padi (munoling) juga dilakukan secara berkelompok (manganlo) bergantian antara sawah satu dengan sawah keluarga lainnya. Alat yang di gunakan adalah babatan padi (sedep), sejenis golok tapi berbentuk melengkung memang di khususkan untuk pemotongan padi.
Setelah pemotongan padi ini selesai sekarang pengangkatan padi ke tempat yang telah di sediakan tempat ini sering di sebut dengan (seladang), aktivitas pengangkatan padi ini di sebut dengan (menuh). Proses pencabutan buah padi ini di kerjakan secara bersama-sama di seladang yang telah di sediakan sebelumnya pemisahan buah padi dari batangnya di sebut dengan (mujaik) yaitu di lakukan dengan menggunakan tenaga kaki secara berkelompok, hasil yang di peroleh di bagi-bagikan kepada wanita atau beberu gayo yang memisahkan padi yang kosong dengan padi yang berisi menggunakan (Niyu) atau sejenis keranjamg buatan tapi berbentuk lebar tidak berbentuk bulat tapi lonjong seperi telur yang terbelah. Di sinilah seni persawahan ini di rasakan ada masing-masing bekerja sambil bercerita tanpa ada rasa lelah karena laki-laki siap dengan kopi serta cerutunya begitu juga wanita siap dengan gosipnya masing-masing kadang-kadang timbul suara yang menggema dari masing-masing kelompok dengan teriak kan (ahoyy wiww). Semangat mereka kembali seperti semula.
Pemisahan padi kosong dengan padi yang berisi menggunakan tenaga angin atau disebut dengan (nangin), yang mana padi yang berisi jatuh terdekat di seputarannya adalah yang berisi sedangkan yang kosong akan jatuh jauh dari pemiliknya. cerdas bukan bayangkan kalau kita pilih satu-satu bisa mumet kepala, dan bisa tepelekok tu tangan. Selanjutnya hasil yang di peroleh di masukaan kedalam goni-goni kecil yang siap di antar ke lubuk padi (keben) tempat penyimpanan padi di seputaran desa, secara bersamaan aktivitas ini di sebut dengan (Nunyuh).
Pengolahan padi menjadi beras, proses pertama adalah penjemuran padi di rentangkan di seputaran lapangan besar yang kadang-kadang di ratakan atau di bolak-balik padinya menggunakan tangan (tempik). Selesai penjemuran ini maka di kembalikan kembali ke goni-goni kecil yang akan di bawa untuk pengolahan padi menjadi beras di tempat pengolahannya (ngakut). Tempat pengolahan padi menjadi beras sering di sebut dengan (Roda) yaitu alat atau mesin yang menggunakan tenaga air. Nah kini beras siap untuk disajikan, dengan lahapan yang sederhana dan hasil yang memuaskan beras baru (oros ayu).
Itulah sedikit bayangan pengolahan padi menjadi beras di seputaran Gayo Aceh Tengah terjadinya persatuan dan kesatuan terjalin akibat dari aktivitas masyarakatnya sendiri. Padi ku harta ku, sawah ku negeri ku, masyarakatku sahabatku terima kasih assalamualaikum Wr.Wb.
Sumber : ibunda Asmara murni Inen Niza, Ayahanda Hidayat Syah B.A aman Niza, almarhumah Hasnah nenek tercinta.
Penulis : Hary Arijoba.

Sawahku Hartaku




Kemaren sempat mengelilingi postingan-postingan kawan lama yang membuatku rindu dengan menulis. Assalamualaikum, Wr.Wb. ada beberapa hal yang ingin saya ceritakan disini sebatas penelaah hati pengisi catatan kertas putih yang kosong. 

Kawan-kawan tau ngga dengan yang namanya ikatan persaudaran yang bersatu dalam rumpunan masyarakat desa, di samping menurut saya hebat juga bisa di jadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari, yaitu pada saat penanaman padi di tempat saya berada saat ini. Ada beberapa hal persatuan yang terjalin pada saat penanaman padi ini. Saya sedikit bercerita tentang tata cara penanaman padi di sini sekalian memperkenalkan nama atau julukan pada saat pase-pase penanaman padi di tempat kami berada yaitu GAYO Aceh Tengah, berikut ini penjelasannya: 

Penanaman padi di sawah lebih memperkerjakan penanaman secara berkelompok, artinya berkelompok di sini kebanyakan di lakukan antar masyarakat yang sering di sebut dengan bergotong royong dalam bahasa kami, kami mengatakan (mango lo) atau kebanyakan mengatakan (mangan lo). Awal mula penanaman padi ini yang lebih diutamakan adalah pada saat penetapan tanggal, atau saat yang tepat dimana sekerumunan masyarakat melakukan penanaman padi secara serentak yang di pimpin oleh pawang padi/ahlinya padi atau sering di sebut dengan (kejurun belang). Pada penetapan tanggal ini sekelompok kepala desa berkumpul di salah satu kantor camat mendengar keputusan penetapan tanggal, dari kejurun belang yang di tunjuk mampu melakukan dan menerawang apa yang akan terjadi kelak dalam penanaman padi di sawah tahun ini. Setelah itu masing-masing kepala desa memberikan informasi kepada masyarakatnya dengan cara mengumumkan pada Toa atau pengeras suara menasah kampung kapan akan dimulainya penanaman padi ini, zaman dahulu hanya menggunakan beduk menasah, atau memberi tahukan kepada masing-masing kepala keluarga pada saat shalat berjamaah di menasah atau masjid sekitar daerah.

Ketika waktu yang di tetapkan ini telah tiba kini masyarakat kebnyakan beraktivitas di tengah-tengah sawah yang bermula pada pengembangan benih (nyeme) biasanya proses pengembangan ini berlangsung sebulan menurut prediksi saya. Selanjutnya setelah benih-benih ini di tanam penggemuran tanah menggunakan kuda atau tenaga manusia yang sering di kerjakan secara berkelompok dan saling membantu atau di sebut dengan (melah) pencangkulan menggunakan tenaga manusia ini mempunyai seni kebersamaan dan semangat bergotong royong besar dalam penggemuran tanah ini menggunakan cangkul yang masing-masing orang menyangkul secara bergantian dan seragam secara atau dikatakan dengan (cakgrup).
 
Penggemuran tanah kedua (endue) proses penggemuran sama halnya dengan melah cuman perbedaannya ada pasokan air yang di tambah dalam persawahan. Selanjutnya (merjak) atau pemadatan tanah yang bergumpal yang sering di gunakan dengan kerbau yang berkerumunan, perataan tanah pun di ikut sertakan dalam merjak ini atau di sebut dengan (nyerde). Pembuatan batas sawah dengan menempelkan tanah di pinggir-pinggir batas sawah (matal) kegunaannya adalah untuk menampung air pada lingkungan sawah yang akan di tanami padi serta untuk memberikan batas sawah antara sawah satu dengan sawah lainnya.
Penanaman benih padi yang sebelumnya di kembangkan (Nomang) kini di sebarkan pada sawah atau lahan yang sudah siap di tanami aktivitas ini juga sering di kerjakan secara berkelompok antara satu keluarga dengan keluarga yang lain dan mayoritasnya kebanyakan di kerjakan oleh para wanita di desa (beberu gayo). Setelah beberapa hari sesudah selesainya proses nomang ini kini selanjutnya pengambilan rumput-rumput kecil, atau lumut-lumut di seputaran sawah aktivitas ini sering di katakan dengan (Melamut) dan juga di kerjakan secara bergotong royong. Tak layak jika menanam tumbuhan tanpa menggunakan pupuk selesai melamut ini baru di lakukan pemupukan padi yaitu kebanyakan menggunakan pupuk OREA “maaf bukan promosi tapi memang sebutan pupuknya seperti itu”. Selesai pemupukan ini para laki-laki secara keseluruhan akan melakukan ronda malam di seputaran sawah yaitu untuk menjaga air agar tetap tersedia di persawahan mereka (jege waih).