Kamis, 08 Maret 2012

Sepatu Berdasi


Teman-teman seperjuangan yang saya sayangi cerita ini kan ku beri judul dengan sedikit ngaur. Ketika ku hendak beranjak menempuh perjalanan yang nyengir (sulit bagi ku tak sulit bagi orang). Perjalanan yang panjang yang selalu ku lewati dengan tawa ( tangisan waria) lemah sahdu menggapai raga. Setiap hari yang ku jalani dengan sepi dan merana memaksa kaki yang bergetar, lumpuh dan tertatah, di temani sepatu baru yang kini tua tak berdaya demi menggapai sebuah mimpi. Hingga bertahun-tahun lamanya mimpi ini tak kunjung jua, bukan hasrat yang mengatakan tak mampu tapi lingkungan yang mengatakan tidak untukku.
Perjalanan demi perjalanan telah ku lewati menari kesana kemari meraut mimpi dengan sepatu tua yang ku manja kini koyak tak berguna. Masalah itu yang jadi hambatan, ketika semua urusan yang susah kini bertepi kini muncul kembali masalah yang mudah menjadi susah tak terdaya. Sampai-sampai aku terjatuh dan merana demi mimpi ini, kadang-kadang aku berpikir kapan aku akan terbangun. Siapa yang dapat membangunkannku, ku tangisi sepatu ini,berpikir kembali aku harus bisa demi sang sepatu yang baru kini menjadi tua.
Pernahkah kita berpikir masalah adalah kebutuhan hidup dari manusia, jika kita tidak punya masalah semua orang pasti menganggap kita lain atau mempunyai kelainan. Masalah besar maupun kecil itu semua anugrah Tuhan kepada kita bukan siksaan yang melanda. Tak ada masalah yang tak bisa di atasi, hanya orang waras yang mempunyai masalah dan orang tak waras yang tak punya masalah. Bahkan ketika ada orang yang tak punya masalah orang-orang sekitarnya pasti mengatakan dia punya masalah dengan dirinya ( Stres, Gila).
Aku merasa sepatu ku bangga dengan diri ku dan dia pasti akan menjadi saksi akan ketulusan ku untuk mencari  mimpi. Dan untuk mencari bukan seteguk air putih yang membuatkan lega tetapi setitik air liur yang membuatku bersinar itu lah usaha ku.
Seolah-olah ketika ku pandangi sepatu putih ini dia berkata “kawan bersabarlah? semua hari yang kita lewati besama pasti akan mendapatkan hikmah yang tiada tara. Aku berhenti hingga di sini, jika memang usaha kita akan berhasil suatu saat aku akan kembali lagi menemanimu. Tat kala aku menangis seolah-olah aku tak rela untuk menyingkirkannya, sepatu ku koyak kembali. Sepatu pemberian orang tua ku ketika aku hendak menapak mengejar mimpi kini berdasi menggapai sarjana. 
 





NYANYIAN BURUNG KACIR YANG MEBUATKU BERHALUSINASI DALAM KEDIPAN DUKA MENYAPU BERSIH RINTIHAN KALBU, INSAN SEPATU YANG MEMBUATKU MENANGIS DENGAN PERJUANGAN. KAN KU BERI NAMA GELUDUK KALBU