Terpaut bunga sejoli di pinggir kali,
Merenungkan nasib yang tak pernah kembali, (Aku Yang Merana)
Merasa hina di pandang mata,
Terhempas tua dan merana.
Aku hanya bukit tinggi di mata insan,
Meraih mimpi dengan rumput yang bergoyang, ( Kesedihan Yang Tak Berujung)
Rintih ku tak pernah di hiraukan,
Hingga takdir menitik ku mabuk kepalang,
Secercah hati putih menaungi mimpi,
Cahaya terang menyilaukan mata,
bukan aku wahai peri mimpi. ( Memimpikan Keindahan)
Tapi kerinduan yang selalu merasa.
Hidup ku hanya di pandang sebelah mata
Kecil mungil seperti marmut di dalam penjara , ( Menyesali Keterpurukan)
Tubuh ku kering tapi bernyawa,
Layaknya manusia yang tak berguna,
Oh bunga desa di pinggir kali
Ratapan manis mu terbawa mimpi, ( Jodoh Yang Tak Pernah Hinggap)
Kadang ku tertawa mengingat sendiri
Tapi tak bisa karena ini permainan hati
Ku terpuruk dan menyendiri
Dingin sepi di lalapan duka,
Hati terpaut karena mimpi, ( Merindukan Kekasih)
Inginlah ku merasakan cinta,,
Aku meramal kepada bintang
Tapi kebohongan yang ku dapat ( Menangisi Diri Sendiri)
Aku menangis kepada si bujang
Malah cacian yang ku dapat
Adakah manusia yang mengerti akan cintaku
Hingga ia mampu mencairkan kebekuan di dalam hati ini
( Hanya ALLAH yang mengetahui di riku)
Sungguh semua ku serahkan pada MU
Hingga waktu yang KAU berikan kini.
Dua itu bukan satu, ( dua hati belum tentu satu ikatan)
( Pasangan)
Dua itu bukan satu ( dua rasa belum tentu satu tujuan)
( keluarga)
Dan dua itu bukan satu ( dua insan belum tentu satu harapan)
( sahabat)
HARY ARIJOBA |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar