Senin, 25 Februari 2013

Sawahku Hartaku




Kemaren sempat mengelilingi postingan-postingan kawan lama yang membuatku rindu dengan menulis. Assalamualaikum, Wr.Wb. ada beberapa hal yang ingin saya ceritakan disini sebatas penelaah hati pengisi catatan kertas putih yang kosong. 

Kawan-kawan tau ngga dengan yang namanya ikatan persaudaran yang bersatu dalam rumpunan masyarakat desa, di samping menurut saya hebat juga bisa di jadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari, yaitu pada saat penanaman padi di tempat saya berada saat ini. Ada beberapa hal persatuan yang terjalin pada saat penanaman padi ini. Saya sedikit bercerita tentang tata cara penanaman padi di sini sekalian memperkenalkan nama atau julukan pada saat pase-pase penanaman padi di tempat kami berada yaitu GAYO Aceh Tengah, berikut ini penjelasannya: 

Penanaman padi di sawah lebih memperkerjakan penanaman secara berkelompok, artinya berkelompok di sini kebanyakan di lakukan antar masyarakat yang sering di sebut dengan bergotong royong dalam bahasa kami, kami mengatakan (mango lo) atau kebanyakan mengatakan (mangan lo). Awal mula penanaman padi ini yang lebih diutamakan adalah pada saat penetapan tanggal, atau saat yang tepat dimana sekerumunan masyarakat melakukan penanaman padi secara serentak yang di pimpin oleh pawang padi/ahlinya padi atau sering di sebut dengan (kejurun belang). Pada penetapan tanggal ini sekelompok kepala desa berkumpul di salah satu kantor camat mendengar keputusan penetapan tanggal, dari kejurun belang yang di tunjuk mampu melakukan dan menerawang apa yang akan terjadi kelak dalam penanaman padi di sawah tahun ini. Setelah itu masing-masing kepala desa memberikan informasi kepada masyarakatnya dengan cara mengumumkan pada Toa atau pengeras suara menasah kampung kapan akan dimulainya penanaman padi ini, zaman dahulu hanya menggunakan beduk menasah, atau memberi tahukan kepada masing-masing kepala keluarga pada saat shalat berjamaah di menasah atau masjid sekitar daerah.

Ketika waktu yang di tetapkan ini telah tiba kini masyarakat kebnyakan beraktivitas di tengah-tengah sawah yang bermula pada pengembangan benih (nyeme) biasanya proses pengembangan ini berlangsung sebulan menurut prediksi saya. Selanjutnya setelah benih-benih ini di tanam penggemuran tanah menggunakan kuda atau tenaga manusia yang sering di kerjakan secara berkelompok dan saling membantu atau di sebut dengan (melah) pencangkulan menggunakan tenaga manusia ini mempunyai seni kebersamaan dan semangat bergotong royong besar dalam penggemuran tanah ini menggunakan cangkul yang masing-masing orang menyangkul secara bergantian dan seragam secara atau dikatakan dengan (cakgrup).
 
Penggemuran tanah kedua (endue) proses penggemuran sama halnya dengan melah cuman perbedaannya ada pasokan air yang di tambah dalam persawahan. Selanjutnya (merjak) atau pemadatan tanah yang bergumpal yang sering di gunakan dengan kerbau yang berkerumunan, perataan tanah pun di ikut sertakan dalam merjak ini atau di sebut dengan (nyerde). Pembuatan batas sawah dengan menempelkan tanah di pinggir-pinggir batas sawah (matal) kegunaannya adalah untuk menampung air pada lingkungan sawah yang akan di tanami padi serta untuk memberikan batas sawah antara sawah satu dengan sawah lainnya.
Penanaman benih padi yang sebelumnya di kembangkan (Nomang) kini di sebarkan pada sawah atau lahan yang sudah siap di tanami aktivitas ini juga sering di kerjakan secara berkelompok antara satu keluarga dengan keluarga yang lain dan mayoritasnya kebanyakan di kerjakan oleh para wanita di desa (beberu gayo). Setelah beberapa hari sesudah selesainya proses nomang ini kini selanjutnya pengambilan rumput-rumput kecil, atau lumut-lumut di seputaran sawah aktivitas ini sering di katakan dengan (Melamut) dan juga di kerjakan secara bergotong royong. Tak layak jika menanam tumbuhan tanpa menggunakan pupuk selesai melamut ini baru di lakukan pemupukan padi yaitu kebanyakan menggunakan pupuk OREA “maaf bukan promosi tapi memang sebutan pupuknya seperti itu”. Selesai pemupukan ini para laki-laki secara keseluruhan akan melakukan ronda malam di seputaran sawah yaitu untuk menjaga air agar tetap tersedia di persawahan mereka (jege waih).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar