Hallo kawan-kawan seperjuangan yang saya sayangi, disini saya sedikit cerita seorang kakek pendiam yang setiap harinya kini duduk di gubuk tua di pinggir jalan (pos kamling). Cerita ini mempunyai makna yang banyak tentang pencarian jodoh yang cerdas, shaleh dan pintar baik itu untuk laki-laki maupun perempuan. Kisah ini saya awali ketika saya berada dalam tahap pertama di bangku perkuliahan sewaktu liburan semester dan tempatnya di Kebayakan Jongok Bathin di kampung kelahiran saya.
Ada seorang kakek tua yang kehidupan sehari-harinya di masa itu cuman duduk di pos kamling (gardu) dengan sebilah kayu dan pisau di tangannya. Hal yang biasa saya rasa karena itu sudah menjadi kegiatan orang tua ini setiap harinya itu pun saya tau setelah saya mempertanyakan kepada ibu dan bapak saya. Orang tua ini mempunyai kebiasaan itu setelah di tinggalkan oleh sang istri beberapa hari sebelum hari libur di kampus saya. Dia mempunyai dua orang anak dan kini keduanya sudah jauh merantau hingga anak-anaknya lupa pada bapaknya, itu menurut pemikiran dari masyarakat sekitar kasian kakek ini. Akan tetapi di balik diamnya kakek ini ada beberapa ilmu yang sangat-sangat saya kagumi hingga saat ini yaitu suaranya yang merdu ketika dia bersyair di pos kamling ini, dia bahkan seorang muadzin di menasah kami, imum shalat ketika berjamaah, seorang yang sabar akan apa yang di uji oleh Yang Maha Esa kepadanya dan bertambah lagi ke kaguman saya ketika dia menceritakan kisahnya dengan sang istri yang duluan meninggalkannya, begini ceritanya.
Suatu hari air hujan membasahi bumi dengan lebatnya, awan-awan gelap pun seakan menutupi cahaya di hari itu, gemuruh petir angin semuanya ikut-ikutan seolah-olah lagi berpesta di tempat itu. Saya dengan seorang teman saya baru pulang shalat berjamaah di mushalla kampung saya. Ketika pulang hujan lebat membasahi bumi kami berteduh di pos kamling tempat kakek yang lagi membuat pegangan untuk cangkul ( ger jelbang) dalam bahasa gayonya. Disini kami berteduh dan menyapa si kakek tua dengan senyuman, tapi si kakek hanya diam dan lagi asyik dengan pahatannya dan berada tepat di depannya api unggun untuk menghangatkan badanya. Otomatis kami tersipu malu dengan sambutan si kakek tua. Tapi tanpa ragu-ragu saya duduk di sebelah sang kakek sambil mendekatkan kedua tangan pada api di depannya. Sejenak hening di saat itu yang terdengar cuman hembusan angin dan suara hujan di atap gubuk itu. Sesaat saya melihat muka sang kakek dan melihat pahatannya tapi sedikitpun tidak ada kata-kata yang keluar dari kakek ini.
Seketika saya memberanikan diri bertanya pada sang kakek dengan rasa canggung karena baru pertama jumpa sama orang tua yang cueknya minta ampun.
“dingin harinya kek ya” ( sejuk lo ni wan ge)…..?!! tanya saya
Kakek diam dan tersenyum seolah-olah dia tidak menghiraukan saya. Sejenak keluarlah kata-kata dari mulutnya yang rasanya sakit kalau mendengarnya, dengan muka cueknya si kakek menjawab pertanyaan saya,
” Takengon mana pernah panas”(Takengon lo penah porak)!!...
Sepintas kalau di pikir sih benar tapi yang namanya darah muda emosi tinggi. Mukanya cuek makanya saya sebel kawan saya bukan mendukung malah cengengesan ngetawain saya. Saya tantang si kakek saya diemin aja seolah-olah dia ga ada.
Beberapa menit dari situ akhirnya si kakek nyerah juga ternyata dan memulai pembicaraan,
“Dari mana kau ga pernah nampak”., ( ari si ko gere penah teles),,,,?!!
“ di medan aku kek”., ( I medan aku wan).,.,., jawab saya.
“Ngapain di medan”.,(Mune I medan)???
“Kuliah kek”.,..(kuliah wan)
“kuliah apa”.,.,(kuliah hana).,.,??
“”Jadi guru kek”( mujadi guru wan)hehehe
Akhirnya lama kelamaan cerita kami mulai nyambung dan panjang ada juga lawakknya, dan kakek bercerita tentang mencari pacar dan mencari orang yang cerdas dan shaleh. Memberikan pelajaran-pelajaran pada kami ketika kakek mencari pasangan hidupnya dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bodoh pada incaran-incarannya.Ada beberapa pertanyaan yang saya ambil dan sampai kini saya masih ingat akan pertanyaan itu. Ketika kamu berjumpa atau lagi PDKT bahasa sekarang pada seorang anak perempuan berikan pertanyaan ini:Hai cewek, apakah kau bisa membawaku dan aku membawamu?? (Heh beru, enguk ke ko emen ko aku nye ko pe ku emen) ?? seketika kami ketawa berdua dan kakek itu tersenyum.
Selanjutnya kakek itu menunjuk sebuah pohon jambu yang hampir mau di panen tapi belum bisa di makan dan membuat pertanyaan lagi, menurutmu, buah jambu itu sudah di makan oleh pemiliknya atau belum??.,(menurut mu, uwah jamu oya nge I pangan jemae ke atau gilen)..?? kami hanya tersenyum takut kalau si kakek cemberut lagi.
Selanjutnya ketika ada seorang yang meninggal dan di bawa kekuburan tanyalah, apakah di dalam keranda itu masih hidup atau sudah mati?? ( si wan kerne aa murip ke ilen atau mate)?? Aneh kan kami ngerasa pertanyaan itu ga nyambung dalam otak kecil kami, kami melencutkan kening barulah sang kakek ketawa, dan mengatakan kalau kami bedua ga cocok jadi mahasiswa, kami tersinggung dong ya jelas kami tanya maksud kakek apa.
Kakek memberikan jawaban dari pertanyaanyaJawaban yang pertama si kakek menjelaskan maksudnya Hai cewek, apakah kau bisa membawaku dan aku membawamu?? Maksudnya adalah apakah kita saling berbincang-bincang sehingga bisa membawa kita pada suasana yang lebih akrab.
Yang kedua menurutmu, buah jambu itu sudah di makan oleh pemiliknya atau belum??.,maksudnya adalah apakah pemiliknya sudah menjualnya ketika sebelum di panen atau belum jika sudah pasti pemiliknya mempunyai uang untuk kehidupan keluarganya dan di sedekahkan pada orang lain.
Yang ke tiga apakah di dalam keranda itu masih hidup atau sudah mati?? Maksud dari pertanyaannya adalah apakah jenajah itu memiliki anak yang bisa melanjutkan perjuangannya atau tidak?? Akhirnya kami mengerti dan mengangguk-anggukan kepala dan menggaruk-garuknya layaknya orang bodoh yang baru kejebak pertanyaan. Di balik diamnya sang kakek rupanya mempunyai ilmu yang sangat besar itulah kelebihan sang kakek yang di berikan ALLAh kepadanya. SALUTTTT.
Diam bukan berarti kosong bahkan bisa sangat berisi :)
BalasHapusSEPATU(sepakat dan setuju) thanks yooo......
BalasHapus